Kawan sebentar lagi kita akan bertemu dengan hari
raya Idul Adha (rioyo besar = jawa, rerajeh qurban=madura), dalam hari raya ini sudah lumrah umat islam
Indonesia esok harinya di hari-hari tasyriq atau pas di hari H langsung banyak
yang nyate (satai=Indonesia), atau bikin gulai daging, rendang, dan berbagai
macam masakan khas daging lainnya, swasembada ni buat anak-anak kos, yakan....? hehehe.
Namun tahukah kawan muslim, bahwa banyak sekali
anjuran yang mengikuti sebelum maupun sesudah hari raya idul adha atau Ied adha
mubaarak.
Nah, berikut akan saya jabarkan dengan singkat
anjuran-anjuran tersebut, disertai dalil-dalilnya, karena masyarakat sekarang
sudah berubah, jauh lebih percaya jika sudah melihat dalil, tidak seperti zaman
walisongo dulu yang pendekatannya lebih langsung ke aplikasi dari aya-ayat
alqur’an dan al Hadits dengan bentuk kesenian, dll, mungkin karena memang saat ini kepedulian remaja muslim kita yang berkurang dengan kesenian Tanah Air, hm. . . . Ironis!
basa-basi dulu nih, ingat loh kawan, apa yang di katakan para Wali, Imam, Habaib, Syekh, dan Kiai-Kiai dalam kitab-kitab karangan mereka itu semuanya ada dalil-dalilnya dalam Al-Qur’an dan Al Hadits, jadi bukan bodoh namanya kalo banyak orang yang memutuskan suatu perkara yang belum diketemukan dalam sumber utama agama islam (Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas) dengan mereferensi pada kitab-kitab para ulama, karena memang ulama terdahulu yang jaraknya lebih dekat dengan masa Rasulullah SAW, lebih mendalam ilmu agamanya daripada ilmu dunianya, jadi penafsirannya InsyaAllah sangat bisa di ikuti dan di pertanggung jawabkan. Ingat-ingat, ting! Heheh.
basa-basi dulu nih, ingat loh kawan, apa yang di katakan para Wali, Imam, Habaib, Syekh, dan Kiai-Kiai dalam kitab-kitab karangan mereka itu semuanya ada dalil-dalilnya dalam Al-Qur’an dan Al Hadits, jadi bukan bodoh namanya kalo banyak orang yang memutuskan suatu perkara yang belum diketemukan dalam sumber utama agama islam (Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas) dengan mereferensi pada kitab-kitab para ulama, karena memang ulama terdahulu yang jaraknya lebih dekat dengan masa Rasulullah SAW, lebih mendalam ilmu agamanya daripada ilmu dunianya, jadi penafsirannya InsyaAllah sangat bisa di ikuti dan di pertanggung jawabkan. Ingat-ingat, ting! Heheh.
Udah basa-basinya, nah sekarang saya jabarkan
apa yang harus dilakukan dalam melengkapi perayaan Idul Adha, check it out lah... :
1.)
Melaksanakan
Ibadah Puasa Tarwiyah dan Arafah
Dari hadits Abu Qotadah al-Anshori,
bahwa Rosululloh shollallohu alaihi wasallam ditanya tentang puasa Arofah,
beliau menjawab:
«يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
وَالْبَاقِيَةَ»
“Puasa Arofah menggugurkan dosa
setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang.” [HR. Muslim no. 1162,
Ahmad no. 22621, an-Nasa’i dalam al-Kubro no. 2826, dll]
Sementara puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits yang artinya bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan hadits ini dloif (kurang kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla’ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.
Lagi pula hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa. Abnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:
ما من أيام العمل الصالح فيها
أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في
سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك
شيء
Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan
baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat
bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah:
Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya
dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid).
(HR Bukhari)berikut kawan, adalah bacaan niat dari puasa sunnah tarwiyah dan arofah
نويت صوم ترويه سنة لله تعالى
NAWAITU SAUMA TARWIYAH SUNNATAN LILLAHI TA'ALAH
NAWAITU SAUMA TARWIYAH SUNNATAN LILLAHI TA'ALAH
“ Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta’ala.”
نويت صوم عرفة سنة لله تعالى
NAWAITU SAUMA ARAFAH SUNNATAN LILLAHI TA'ALAH
“ Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala.”
“ Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala.”
2.)
Membaca
Takbir Mursal
Takbir Mursal(mutlak/bebas) yakni
takbir yang diungkap di luar solat. Takbir ini boleh dibaca selepas solat
maghrib 30 Ramadhan hingga selepas khutbah. Di sunnahkan bertakbir (Allahu
Akbar) dengan dikeraskan. Mulai tenggelamnya matahari malam Hari Raya Id hingga
saat bersiap untuk mengerjakan shalat Id, baik Idul Fitri Maupun Idul Adha. Ini
bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, karena syiarnya adalah
ber-talbiyah. Adapun ucapan takbir
yang disukai adalah : Allohu Akbar
kabiirow wal hamdulillaahi katsiiroo wa subhaanalloohi bukrotaw wa asiilaa.
3.)
Tidak
makan sampai setelah selesai shalat
ini di sunnahkan di hari Idul Adha,
tidak makan apapun terlebih dahulu sebelum selesai pelaksanaan shalat Id, yang
berbeda dengan Idul Fitri, yang di anjurkan untuk makan terlebih dahulu.
Berikut adalah dalilnya
hadits dari Ibnu Buraidah R.A, ia berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ، وَلَا يَطْعَمُ
يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ»
“Rasulullah SAW tidak berangkat sholat pada hari raya
idul fitri hingga beliau makan, dan pada hari raya Idul Adha beliau tidak makan
sampai selesai sholat.”
[HR. Ahmad dan
Tirmidzi serta di sahihkan Ibnu Hibban)
4.)
Mandi
terlebih dahulu sebelum berangkat shalat Id
Berikut dalil tentang mandi
tersebut :
أن رجلا سأل عليا ، رضي الله عنه ، عن
الغسل ، فقال : غتسل كل يوم إن شئت ، قال : لا بل الغسل, قال اغتسل كل يوم جمعة ،
ويوم الفطر ، ويوم النحر ، ويوم عرفة
“Seorang lelaki bertanya kepada Ali
radhiallahu’anhu tentang mandi, ia menjawab: ‘Mandilah setiap hari jika engkau
mau’. Lelaki tadi berkata: ‘bukan itu, tapi mandi yang benar-benar mandi’. Ali
menjawab: ‘Mandi di hari Jum’at, Idul Fitri, Idul Adha dan hari Arafah’” (HR.
Al Baihaqi)
Disamping dengan adanya dalil di atas, juga tentang
tata krama kita baik itu hablum minannas, utamanya hablum minalLah, karena kita
akan beribadah menghadap Allah SWT dan berkumpul bersama orang banyak.
dan waktu di sunnahkannya untuk mandi tersebut adalah mulai dari pertengahan malam hari raya.
dan waktu di sunnahkannya untuk mandi tersebut adalah mulai dari pertengahan malam hari raya.
5.)
Memakai
pakaian yang paling bagus
Kawan, namanya juga hari raya, kita juga di sunnahkan
untuk memakai pakaian yang paling bagus, kalau bisa yang baru atau baru saja di
cuci, dimana hal ini merupakan simbol kebahagiaan dan rasa syukur kita sebagai
umat muslim di hari raya Id. hal ini
sebagaimana yang telah diterangkan dalam hadits berikut ,
diriwayatkan dari Nafi’:
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَلْبَسُ
فِي الْعِيدَيْنِ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ
“Ibnu Umar biasa mengenakan bajunya yang terbaik
pada Idul Fitri dan Idul Adha” (HR. Al Baihaqi 6143 )
6.)
Memakai
wewangian atau parfum
Hal ini merupakan suatu pelengkap
dalam hal beribadah, karena dimana saat kita beribadah tidak mungkinkan kita
menghadap Allah SWT dengan bau yang tidak sedap, oleh karena itu sebenarnya
memakai wewangian ini merupakan hal yang hendaknya kawan-kawan biasakan saat hendak
memulai shalat. Terlebih di hari raya, berkumpul berinteraksi dengan orang
banya menjadikan hal ini juga hendaknya tidak kawan kesampingkan,
Namun untuk sahabat-sahabat
muslimah, penggunaan wewangian ini hendaknya mengikuti aturan-aturan yang telah
ulama-ulama rumuskan berdasarkan pengetahuan mereka tentang alqur’an, sunnah,
ijma’, dan qiyas.
berikut keterangan yang saya himpun dari blog saudara muslim lain
Rasulullah Saw. bersabda:
"Diberikan kepadaku rasa cinta pada keduniaan, yaitu minyak wangi dan
wanita, serta dijadikan shalat sebagai penyejuk jiwaku". (HR. Ahmad dan
Nasa'i).
Wewangian berbahaya jika digunakan wanita untuk diluar rumah. Untuk itu
islam melarang wanita memakai wewangian di luar rumah. Maksud wewangian
yang dilarang disini adalah wewangian yang harim semerbak yang dapat
membangkitkan birahi laki-laki. Adapun parfum netral yang digunakan
hanya untuk mencegah bau badan, itu tidak maslah.
Remaja yang tengah berpacaran umumnya menggunakan parfum yang
berlebihan. Hal ini sangat renyan terhadap pelecehan seksual. Untuk itu
bagi wanita muslim yang hendak menerima kunjungan silaturahmi calon
pasangannya selain harus didampingi muhrim, juga terlarang menggunakan
parfum yang menusuk hidung.
Rasulullah Saw. bersabda:
"Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu dia berjalan
melewati suatu kaum supaya mereka mencium bau wangi itu, berarti dia
telah berzina" (HR. Ahmad, Nasai, Abu daud, dan Tirmidzi).
Larangan ini tidak berlaku bagi laki-laki. Bahkan Rasulullah
menganjurkan agar laki-laki memakai wewangian setiap hendak bepergian
terutama hendak ke masjid.
"Diriwayatkan dari Aisyah ra. katanya: Aku pernah memakaikan
wangi-wangian pada tubuh Rasulullah Saw. ketika baginda ingin ihram
untuk berihram dan ketika bertahallul sebelum baginda tawaf di
Baitullah" (HR. Bukhari-Muslim).
7.)
Berangkat
lebih awal dan berjalan kaki
Hal ini berdasarkan Sayyidina Ali
R.A, beliau berkata, “ termasuk dari sunnah adalah menuju Shalat Id dengan
berjalan kaki.” (HR.Tirmidzi)
Selain itu telah umum kita ketahui
sebagai umat islam bahwa setiap langkah kita menuju kebaikan juga akan di catat
sebagai amal baik kita.
Selain itu disunnahkan berangkat
lebih pagi bagi selain imam, untuk menunggu di mulainya shalat dan mengambil
tempat shalat. Sedangkan untuk imam, hendaknya hadir ketika waktu shalat sudah
tiba.
8.)
Berangkat
& pulang dari shalat Id melalui 2 jalur yang berbeda.
Sebelum melihat redaksi hadits yang
menyatakan tentang hal ini, hendaknya jalur berangkatnya melalui rute yang
lebih jauh dari pulangnya.
Berikut adalah hadits yang
menyatakan tentang pengambilan 2 jalur yang berbeda.
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ»
“Nabi shollallohu alaihi wa sallam apabila di hari Id,
beliau mengambil jalan yang berbeda.” [HR. Al-Bukhori no. 986]
Begitu pula dalam hadits yang telah disebutkan
sebelumnya tentang berangkat sholat Ied sambil bertakbir:
فَيَأْخُذُ
طَرِيقَ الْحَدَّادِينَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى، فَإِذَا فَرَغَ رَجَعَ عَلَى
الْحَذَّائِينَ حَتَّى يَأْتِيَ مَنْزِلَهُ
“beliau berangkat melewati jalan al-Haddadiin sampai
tiba di Mushollah. Ketika telah selesai beliau pulang melalui jalan
al-Hadzdzaiin sampai tiba di rumahnya.” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 1341,
al-Baihaqi dalam al-Kubro no. 6130)
Nah, itu dia dalil-dalinya, jadi sudah sebaiknya kita
mengikuti sunnah Rasul untuk mengambil 2 jalur yang berbeda ketika berangkat
dan pulang.
9.)
Saling
Ber-mushafahah
Tau ndag apa itu Mushafahah?
Asingkan? Tapi sebenarnya ini sudah sering kita lakukan kok, setiap kali
selesai shalat, setiap kali bertemu, dan pada kesempatan-kesempatan lain, yap!
Mushafahah adalah saling berjabat tangan, disunnahkan untuk saling
bermushafahah dengan orang-orang setelah selesai shalat Id, namun tentunya ada
batasan-batasannya, pria dengan pria dan wanita yang muhrimnya, pun begitu
untuk wanita, wanita dengan wanita dan pria yang muhrimnya, namun penulis
sendiri akui, bahwa penulis sendiri masih belum bisa melaksanakan hal ini, hal
ini juga karena adanya khilafiyah para ulama.
10.)
Saling
mengucapkan selamat (Tahniah)
Ini istimewanya Islam kawan, dalam
ucapan selamatnya langsung berupa do’a, bukan hanya sekadar mengcapkan selamat,
Imam Ibnu Hajar mengatakan bahwa hal ini memang di sunnahkan dan di syariatkan
bahkan menurut beliau, Imam Bukhori membuat bab tersendiri dalam kitabnya
tentang bacaan apa yang di ucapkan pada orang lain ketika berhari raya.
Salah satu bacaannya, Ibnu Hajar
mengatakan: “Kami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang hasan
dari Jubair bin Nufair bahwa ia berkata: ‘Para shahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bila bertemu di hari Id, sebagian mereka mengatakan kepada
sebagian yang lain:
تَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ
“Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan dari
kamu.” [Lihat pula masalah ini dalam Ahkamul ‘Idain karya syaikh Ali Hasan hal.
61, Majmu’ Fatawa, 24/253, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/167-168]
Kalo untuk satu orang
“taqobbalallohu minna wa minka”, tapi kalo untuk banyak orang, misal di iklan
ni, atau di sambutan acara selamatan hari raya yang di hadiri oleh banyak
orang, kita mengucapkan, “taqobbalallohu minna wa minkum”. Begitu kawan..
jelaskan.. hehe..
11.)
Membaca
Takbir Muqayyad
Tertentu pada hari raya Idul Adha,
mulai dari waktu subuh hari Arafah hingga waktu Asar di akhir hari Tasyriq,
yaitu tanggal 9 sampai dengan tanggal 10 dzul hijjah. Bertakbir bisa dimana
saja kecuali di tempat-tempat dan kondisi yang tidak pantas, seperti di kamar
mandi. Lebih di tekankan di setiap selesai shalat, baik fardhu maupun sunnah,
nah biasanya kalo jamaah di masjid atau musholla, sang imam membimbing kita
untuk bertakbir, diikuti saja itu kawan. Ini bagi selain orang yang sedang
melaksanakan ibadah haji. Untuk yang sedang berhaji, waktunya yaitu mulai waktu
zuhur hari Nahr (hari Idul Adha) hingga subuhnya akhir hari Tasyriq.
berikut adalah bacaan takbir yang biasa di lantunkan hanya pada hari raya idul fitri dan idul adha
Sumber : Buletin Sidogiri Edisi 75
Tahun VIII 1433H
http://blog.its.ac.id/syafii/2009/11/19/puasa-tarwiyah-dan-arafah/
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8197
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8197
Referensi niat :
http://belajardanberamal-naser.blogspot.com/2010/07/lafadz-niat-puasa-sunnah.html
http://isaboutscience.blogspot.com/2012/05/batas-pemakaian-parfum.html
http://cikgumat.ummisakinah.com/knowledge/dua-jenis-takbir-pada-hari-raya-takbir-mursal-dan-takbir-muqyad/
Saya, Ahmad Faizul Furqon mengucapkan Happy Ied Adha Mubaarak..... :D
Taqobbalallohu Minna Wa Minkum, Kawan....
Taqobbalallohu Minna Wa Minkum, Kawan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar