Kamis, 17 Oktober 2013

Mamad, Ternyata Allah Masih Menyayangimu

Mamad, nama simple seorang dengan penuh harapan dan cita-cita dalam pikirannya, remaja paruh dewasa ini begitu ingin menjadi seorang yang bermanfaat bagi orang lain, seperti sabda Rasulnya, "Khairunnas anfa'uhum linnas/Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaat bagi orang lain”, hadits yang begitu menginspirasi setiap muslim untuk melakukan perjalanan spiritual yang tidak hanya berorientasi Hablumminallah, tetapi juga Hablumminannas, bahkan menurut saya orang yang berbeda keyakinan atau bahkan atheis akan setuju dengan  Sabda Nabi kebanggaan ummat 2 milyar ini .
.
Kicauan burung kembali membangunkannya dari acara mengistirahatkan tubuh, sinar hangat mentari pagi tak bisa menyapanya secara langsung, hanya pancarannya yang bisa menjadi pengingat akan seruan Allah SWT di kala fajar mulai menyingsing.
.
betapa kagetnya mamad, untuk kesekian kalinya ia meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim, apalagi kalau bukan shalat, padahal sudah istiqomah ia menjaganya selama ini dengan shalat berjama'ah di masjid, entah jauh atau dekat, kalau ada undangan yang telah di tentukan, ia pasti datang, baik berkendara, maupun dengan modus mencari pahala yang labih banyak, dengan melangkahkan kaki ke rumah Surga di dunia, setiap kali ia terbangun selalu ia merasa bersalah kenapa tadi malam tidak shalat isya' berjama'ah, kenapa tidak mendahulukan shalat, dll.
.
Yah, memang mamad telah melatih pikirannya agar tidak terlalu memikirkan dunia, apalagi yang menjadi kepastian adalah kematian, sedangkan segala sesuatu yang berbau dunia adalah suatu hal yang relatif, seperti kata einstein dalam teori relativitasnya. Setiap bangun dari tidurnya pasti ia akan segera berdo'a, memikirkan ibadahnya, dll. Hingga setelah selesai persoalan ketaatan dalam agama, ia segara men-set pikirannya dan mengingat betapa banyak tumpukan tugas yang telah diberikan Sang Ustadz pada dirinya, serta ulangan-ulangan yang telah menantinya.
.
Pagi itu, seperti biasa setelah selesai shalat shubuh berjama’ah, dzikir, tilawah alqur'an serta mendengarkan pengajian tasawuf dari Kyai Umar, pengasuh tempat ia mondok, mamad segera menyeduh minuman kesukaannya, yakni Teh hitam. Lalu menyiapkan segala kebutuhannya untuk sehari ini, entah itu untuk makan, belajar, serta keperluan yang lain, mamad begitu mandiri, karena sejak kecil ia telah terbiasa di ajari untuk meng-handle segala keperluannya sendiri.
.
Begitu berat dirasa mamad pagi ini, tak seperti pagi yang lain, apalagi kalau bukan gara-gara amanah yang diberikan padanya, dan tanggung jawabnya sebagai santri sekaligus mahasiswa yang juga memiliki banyak tugas dari dosennya.
.
Jauh-jauh hari Kyai Umar menitipkan undangan kepadanya agar disampaikan ke salah satu pengasuh' pondok pesantren di daerah Rembang, padahal butuh sekitar 3 jam perjalanan sepeda motor dengan kecepatan > 80km jika berangkat dari Tuban, apalagi ini menggunakan bus, namun karena ini adalah tugas dari kyai maka dengan segala keta'dhimannya, mamad pun mengiyakan perintah tersebut, dan segera melingkari tanggalnya di kalender saat itu, yah tepatnya hari ini 30 Maret 2013.
.
Setelah melakukan persiapan, mamadpun segera meninggalkan kamarnya dengan segala beban dipikiran, tapi belum juga mengunci kamarnya, mamad dikagetkan dengan teriakan seseorang dari kejauhan memanggil namanya, yah dialah Tejo.
.
Tejo, "Mad. . ., mamad..., Mad. . , tunggu dulu"
.
Mamad, “ada apa jo? kok lari-lari kayak di kejar anjing ae”
.
Tejo, "kau mau kemana mad? Ndag inget ta sekarang kita udah janjian sama Ust. Haris buat nulis ulang kitab karangan Almarhum Romo Yai Syarifuddin.
.
Mamad, "(sambil #tepokjidat) Astaghfirullah. . , lupa aku jo! Gimana ini aku udah disuruh sama yai Umar buat nganter ini surat, minta tolong bilangin ke Ust. Haris yo, maaf aku ndag bisa bantu.
.
Tejo, "duh mad. . . Mad. . ., gimana ente ini, ane kan udah bilang , tapi yaweslah, kalau perintah Yai Umar, ntar tag sampein ke Ust. Haris.
.
Mamad, "hehehe, maaf lah, lufa ana, ntar ana kasih oleh-oleh buat ente jo,
.
Tejo, "hehe, syukron akhi, ane tunggu lo mad.
.
Lalu tejo pun mengantar mamad sampai di pintu gerbang pondok, disertai canda tawa diantara keduanya.
Dengan menaiki dokar dia segera berangkat ke terminal tuban, bus patas menjadi pilihan untuk mengantar dirinya ke rembang, tak lupa ia melantunkan do'a sebelum berangkat.
.
Selama di perjalanan mamad tertidur pulas di kursi paling belakang, di temani iringan musik melow, yang senantiasa bersenandung dari headset-nya. Dan tiba-tiba mamad di kejutkan ketika bus yang dalam kecepatan tinggi mengerem mendadak, hingga menjatuhkan mamad ke depan sampai bergulung-gulung di bawah. Namun, belum sempat mamad protes dan bertanya, si sopir bus meminta maaf karena barusan ia tertidur sebentar, hingga tak melihat ada sekawanan bebek menyeberang jalan.
.
Mamad mulai merasa tak enak dengan si sopir, dan benar saja perasaan mamad, belum juga ia sampai di tempat duduknya tadi, lagi-lagi ia dibuat berguling-guling oleh ulah si sopir, dan lagi-lagi karena ia tertidur sebentar. Karena takut terjadi apa-apa, mamadpun memutuskan untuk tidak tidur hingga sampai ke rembang, ia ingat pesan ayahnya untuk memperbanyak baca shalawat saat berpergian kemana-mana.
Dan bibirnya pun mulai bergerak pelan, ditemani dengan tasbih yang senantiasa di bawanya kemanapun ia pergi, "Allahumma Shalli Alaa Sayyidinaa Muhammad" terdengar lirih dari mulut mamad. Hingga ia sampai di terminal Rembang.

Lalu perjalanan ia lanjutkan dengan mengendarai angkutan umum, dengan tujuan langsung ponpes tempat undangan itu diserahkan, yah memang ponpes tujuan mamad telah tersohor namanya di seluruh jagad pesantren indonesia, apalagi sang pengasuh adalah tokoh nasional yang terkenal, tokoh yang terkenal sangat menjunjung nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, dan moderat, selain itu terkenal sebagai seorang budayawan yang aktif baik dalam menulis buku, cerpen, puisi, syair maupun yang lain.

Mamad jadi teringat salah satu Kyai yang juga penulis buku,Al Maghfurlah  KH. Zainal Arifin Thaha, buku-bukunya menginspirasi mamad, bahkan ada salah satu bukunya yang judulnya begitu mengena, “Aku Menulis Maka Aku Ada” , buku yang sebenarnya isinya adalah panduan-panduan dalam menulis, namun di modif sedemikian rupa sehingga tak membosankan pembacanya.

Segera saja ia melangkahkan kakinya ke ponpes tersebut, dan setelah mengutarakan maksud kedatangannya di pos keamanan pondok, mamad langsung di antar oleh santri sana menuju ke ndalem Yai Musthafa. Tak perlu menunggu begitu lama, mamad langsung di persilahkan masuk, sambil menunggu Yai yang masih shalat, mamad melihat-lihat kondisi dalam rumah di bagian ruang tamu, deretan kitab yang berjilid-jilid berjejal di almari buku, ada juga buku-buku umum yang di almari tersebut, “pantas saja kalau hasil karya Yai Musthafa bagus-bagus, wong bacaannya banyak bener”, gumam mamad dalam hati.

Dan ketika kyai datang, mamad terbangun dari kekagumannya melihat deretan buku dan kitab di depannya, segera ia berdiri dan mencium tangan Yai Musthafa, dan segera mengutarakan maksud kedatangannya menemui Yai Musthafa, yakni untuk menyampaikan undangan dari Yai Umar, dan sekalian untuk meminta nasihat serta do’a dari kyai. Dan setelah lama berbincang-bincang serta mendengarkan nasihat dari yai Mustahafa, lalu ditutup dengan do’a, mamad segera berpamitan pulang kepada Yai Musthafa, dan secara istimewa mamad di beri oleh-oleh berupa buku terbaru dari Yai Musthafa yang belum ada di pasaran sebanyak 2 buku.

Dengan bahagia mamad segera melangkahkan kembali kakinya ke angkutan umum, dan langsung berangkat ke terminal Rembang, dia lupa telah berjanji pada tejo untuk membelikannya oleh-oleh. Mamad ingat bahwa nanti malam ada jadwal ngisi kajian di masjid Baitur Rahman, meskipun sebenarnya ia bisa memberi tahu pengurus masjid bahwa ia tak bisa hadir, namun karena hal itu merupakan tanggung jawabnya, maka mamad merasa bahwa ia harus segera pulang.

Di dalam bus, mamad tak henti-hentinya mengingat nasihat dari Yai Musthafa tadi, salah satunya yakni, “Tidak ada alasan untuk tak bersedekah kepada sesama. Karena sedekah tidak harus berupa harta. Bisa berupa ilmu, tenaga, bahkan senyum.”. Di catatnya nasihat-nasihat Yai Mustahafa dalam bukunya, dengan menggunakan huruf arab pegon, hingga tak terasa ia telah sampai di terminal tuban.

Segera ia melanjutkan perjalanan ke ponpesnya, dan setelah sampai ia segera laporan kepada Yai Umar, bahwa undangan telah sampai. Dan setelah itu ia segera bergegas ke masjid baitur rahman untuk mengisi pengajian, yang mayoritas diisi oleh para pelajar baik dari tingkat SMP hingga mahasiswa,  setelah selesai mengisi pengajian, mamad bertemu dengan tejo di serambi masjid, dan tejo ingat akan janji mamad untuk memberinya  oleh-oleh, mamad lupa akan janjinya, hingga akhirnya ia bingung harus bilang apa ke tejo, sambil berpikir apa buku dari Yai Musthafa saja yang diberikan ke Tejo, mamad melihat isi tasnya,  tapi mamad merasa ragu untuk memberikan buku tersebut, dan betapa kagetnya mamad melihat bahwa dua buku yang diberikan oleh Yai Musthafa adalah dua buku yang sama, hingga akhirnya ia langsung memberikan salah satu bukunya ke tejo.

Mamad tahu benar apa yang akan terjadi jika ia benar-benar tidak membawa oleh-oleh untuk tejo, pasti ia akan di marahi habis-habisan hingga sampai tak disapa seharian penuh. Yah, itu lah tejo, meski sudah setengah dewasa namun sikap kekanak-kanakannya masih ada. Dalam hatinya, tak henti mamad mengucapkan alhamdulillah, dan terima kasih kepada yai Musthafa yang telah memberinya 2 buku.
Setelah itu keduanya berjalan beriringan menuju ke dalam pondok, namun belum sampai di pintu gerbang masjid, mamad kembali di panggil oleh abah anom, ketua takmir masjid baitur rahman,

mamad, “ada apa bah?”

Abah Anom, “ini Mad, temen-temen kantor abah mau ngadakan ziarah ke wali songo selama seminggu, terus diantara kami gak ada yang mau buat jadi pimpinan rombongan, yang nantinya memimpin shalat selama di perjalanan, yasinan, tahlilan, dll. Maksud abah, pinginnya kamu jadi pimpinan rombongan, bisa ndag? Nanti pas liburan kok,

mamad, “masyaallah bah, saya masih umur segini ndag enak kalau mimpin abah dan temen-temen, sungkan bah” . .

Abah anom, “ngapain sungkan mad? Meskipun kita lebih tua dari kamu, tapi kami tahu keilmuan kami dalam agama tak seluas kamu mad, gimana mad? Mau ya?”

Mamad, “yah kalau abah anom berpikir begitu, tawaran abah anom saya terima.

Abah anom, “alhamdulillah, kamu ndag perlu khawatir masalah ongkos dan makan selama di perjalanan, semua sudah di tanggung sama abah dan temen-temen abah”.

Mamad, “ya Allah, alhamdulillah, terima kasih bah, ndag tahu saya harus bilang apa lagi”.

Abah anom, “ndag perlu begitu, yah sudah saya balik dulu. Assalamu’alaykum.”

Mamad,: “wa’alaykumussalam wr wb”

setelah itu mamad segera berjalan kembali ke tejo yang telah menunggu di pintu gerbang masjid, tak sepatah katapun terucap dari mamad, akan peristiwa yang ia alami hari ini, pertama Allah SWT menyelamatkannya saat perjalanan ke Rembang, kedua ia di selamatkan oleh Allah dari kemarahan tejo, dengan di beri dua buku oleh Yai Musthafa. Ketiga ia mendapat perjalanan ziarah gratis ke wali songo, padahal selama beberapa hari ini mamad telah mengurangi ketaatannya pada  Allah SWT,  hingga ia berpikir bahwa Allah SWT akan segera menurunkan azab padanya, atau minimal peringatan, tapi nyatanya ia malah diberi kenikmatan oleh Allah SWT, agar ia kembali ingat untuk taat kepada Allah, Sungguh Allah SWT begitu masih menyayangi Mamad. hingga ia menegurnya dengan kenikmatan bukan dengan peringatan.

Dan terakhir mengutip hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa sallam, mamad berdo’a setelah selesai shalatnya , Dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah saw. Menggandeng tangannya dan berkata: “Wahai Mu’adz, demi Allah, aku mencintaimu. Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai shalat untuk mengucapkan

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

“Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadamu serta beribadah kepadamu dengan baik.” (HR. Mutafaqun Alaih)

sungguh kasih sayang Allah lebih luas daripada murkanya.
Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar