Mamad,
nama simple seorang dengan penuh harapan dan cita-cita dalam
pikirannya, remaja paruh dewasa ini begitu ingin menjadi seorang yang
bermanfaat bagi orang lain, seperti sabda Rasulnya, "Khairunnas
anfa'uhum linnas/Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling
banyak mamfaat bagi orang lain”, hadits yang begitu menginspirasi setiap
muslim untuk melakukan perjalanan spiritual yang tidak hanya
berorientasi Hablumminallah, tetapi juga Hablumminannas, bahkan menurut
saya orang yang berbeda keyakinan atau bahkan atheis akan setuju dengan
Sabda Nabi kebanggaan ummat 2 milyar ini .
.
Kicauan burung
kembali membangunkannya dari acara mengistirahatkan tubuh, sinar hangat
mentari pagi tak bisa menyapanya secara langsung, hanya pancarannya
yang bisa menjadi pengingat akan seruan Allah SWT di kala fajar mulai
menyingsing.
.
betapa kagetnya mamad, untuk kesekian kalinya
ia meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim, apalagi kalau
bukan shalat, padahal sudah istiqomah ia menjaganya selama ini dengan
shalat berjama'ah di masjid, entah jauh atau dekat, kalau ada undangan
yang telah di tentukan, ia pasti datang, baik berkendara, maupun dengan
modus mencari pahala yang labih banyak, dengan melangkahkan kaki ke
rumah Surga di dunia, setiap kali ia terbangun selalu ia merasa bersalah
kenapa tadi malam tidak shalat isya' berjama'ah, kenapa tidak
mendahulukan shalat, dll.
.
Yah, memang mamad telah melatih
pikirannya agar tidak terlalu memikirkan dunia, apalagi yang menjadi
kepastian adalah kematian, sedangkan segala sesuatu yang berbau dunia
adalah suatu hal yang relatif, seperti kata einstein dalam teori
relativitasnya. Setiap bangun dari tidurnya pasti ia akan segera
berdo'a, memikirkan ibadahnya, dll. Hingga setelah selesai persoalan
ketaatan dalam agama, ia segara men-set pikirannya dan mengingat betapa
banyak tumpukan tugas yang telah diberikan Sang Ustadz pada dirinya,
serta ulangan-ulangan yang telah menantinya.
.
Pagi itu,
seperti biasa setelah selesai shalat shubuh berjama’ah, dzikir, tilawah
alqur'an serta mendengarkan pengajian tasawuf dari Kyai Umar, pengasuh
tempat ia mondok, mamad segera menyeduh minuman kesukaannya, yakni Teh
hitam. Lalu menyiapkan segala kebutuhannya untuk sehari ini, entah itu
untuk makan, belajar, serta keperluan yang lain, mamad begitu mandiri,
karena sejak kecil ia telah terbiasa di ajari untuk meng-handle segala
keperluannya sendiri.
.
Begitu berat dirasa mamad pagi ini,
tak seperti pagi yang lain, apalagi kalau bukan gara-gara amanah yang
diberikan padanya, dan tanggung jawabnya sebagai santri sekaligus
mahasiswa yang juga memiliki banyak tugas dari dosennya.
.
Jauh-jauh
hari Kyai Umar menitipkan undangan kepadanya agar disampaikan ke salah
satu pengasuh' pondok pesantren di daerah Rembang, padahal butuh sekitar
3 jam perjalanan sepeda motor dengan kecepatan > 80km jika berangkat
dari Tuban, apalagi ini menggunakan bus, namun karena ini adalah tugas
dari kyai maka dengan segala keta'dhimannya, mamad pun mengiyakan
perintah tersebut, dan segera melingkari tanggalnya di kalender saat
itu, yah tepatnya hari ini 30 Maret 2013.
.
Setelah
melakukan persiapan, mamadpun segera meninggalkan kamarnya dengan segala
beban dipikiran, tapi belum juga mengunci kamarnya, mamad dikagetkan
dengan teriakan seseorang dari kejauhan memanggil namanya, yah dialah
Tejo.
.
Tejo, "Mad. . ., mamad..., Mad. . , tunggu dulu"
.
Mamad, “ada apa jo? kok lari-lari kayak di kejar anjing ae”
.
Tejo,
"kau mau kemana mad? Ndag inget ta sekarang kita udah janjian sama Ust.
Haris buat nulis ulang kitab karangan Almarhum Romo Yai Syarifuddin.
.
Mamad,
"(sambil #tepokjidat) Astaghfirullah. . , lupa aku jo! Gimana ini aku
udah disuruh sama yai Umar buat nganter ini surat, minta tolong bilangin
ke Ust. Haris yo, maaf aku ndag bisa bantu.
.
Tejo, "duh
mad. . . Mad. . ., gimana ente ini, ane kan udah bilang , tapi yaweslah,
kalau perintah Yai Umar, ntar tag sampein ke Ust. Haris.
.
Mamad, "hehehe, maaf lah, lufa ana, ntar ana kasih oleh-oleh buat ente jo,
.
Tejo, "hehe, syukron akhi, ane tunggu lo mad.
.
Lalu tejo pun mengantar mamad sampai di pintu gerbang pondok, disertai canda tawa diantara keduanya.
Dengan
menaiki dokar dia segera berangkat ke terminal tuban, bus patas menjadi
pilihan untuk mengantar dirinya ke rembang, tak lupa ia melantunkan
do'a sebelum berangkat.
.
Selama di perjalanan mamad
tertidur pulas di kursi paling belakang, di temani iringan musik melow,
yang senantiasa bersenandung dari headset-nya. Dan tiba-tiba mamad di
kejutkan ketika bus yang dalam kecepatan tinggi mengerem mendadak,
hingga menjatuhkan mamad ke depan sampai bergulung-gulung di bawah.
Namun, belum sempat mamad protes dan bertanya, si sopir bus meminta maaf
karena barusan ia tertidur sebentar, hingga tak melihat ada sekawanan
bebek menyeberang jalan.
.
Mamad mulai merasa tak enak
dengan si sopir, dan benar saja perasaan mamad, belum juga ia sampai di
tempat duduknya tadi, lagi-lagi ia dibuat berguling-guling oleh ulah si
sopir, dan lagi-lagi karena ia tertidur sebentar. Karena takut terjadi
apa-apa, mamadpun memutuskan untuk tidak tidur hingga sampai ke rembang,
ia ingat pesan ayahnya untuk memperbanyak baca shalawat saat berpergian
kemana-mana.
Dan bibirnya pun mulai bergerak pelan, ditemani
dengan tasbih yang senantiasa di bawanya kemanapun ia pergi, "Allahumma
Shalli Alaa Sayyidinaa Muhammad" terdengar lirih dari mulut mamad.
Hingga ia sampai di terminal Rembang.
Lalu perjalanan ia
lanjutkan dengan mengendarai angkutan umum, dengan tujuan langsung
ponpes tempat undangan itu diserahkan, yah memang ponpes tujuan mamad
telah tersohor namanya di seluruh jagad pesantren indonesia, apalagi
sang pengasuh adalah tokoh nasional yang terkenal, tokoh yang terkenal
sangat menjunjung nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, dan moderat,
selain itu terkenal sebagai seorang budayawan yang aktif baik dalam
menulis buku, cerpen, puisi, syair maupun yang lain.
Mamad
jadi teringat salah satu Kyai yang juga penulis buku,Al Maghfurlah KH.
Zainal Arifin Thaha, buku-bukunya menginspirasi mamad, bahkan ada salah
satu bukunya yang judulnya begitu mengena, “Aku Menulis Maka Aku Ada” ,
buku yang sebenarnya isinya adalah panduan-panduan dalam menulis, namun
di modif sedemikian rupa sehingga tak membosankan pembacanya.
Segera
saja ia melangkahkan kakinya ke ponpes tersebut, dan setelah
mengutarakan maksud kedatangannya di pos keamanan pondok, mamad langsung
di antar oleh santri sana menuju ke ndalem Yai Musthafa. Tak perlu
menunggu begitu lama, mamad langsung di persilahkan masuk, sambil
menunggu Yai yang masih shalat, mamad melihat-lihat kondisi dalam rumah
di bagian ruang tamu, deretan kitab yang berjilid-jilid berjejal di
almari buku, ada juga buku-buku umum yang di almari tersebut, “pantas
saja kalau hasil karya Yai Musthafa bagus-bagus, wong bacaannya banyak
bener”, gumam mamad dalam hati.
Dan ketika kyai datang,
mamad terbangun dari kekagumannya melihat deretan buku dan kitab di
depannya, segera ia berdiri dan mencium tangan Yai Musthafa, dan segera
mengutarakan maksud kedatangannya menemui Yai Musthafa, yakni untuk
menyampaikan undangan dari Yai Umar, dan sekalian untuk meminta nasihat
serta do’a dari kyai. Dan setelah lama berbincang-bincang serta
mendengarkan nasihat dari yai Mustahafa, lalu ditutup dengan do’a, mamad
segera berpamitan pulang kepada Yai Musthafa, dan secara istimewa mamad
di beri oleh-oleh berupa buku terbaru dari Yai Musthafa yang belum ada
di pasaran sebanyak 2 buku.
Dengan bahagia mamad segera
melangkahkan kembali kakinya ke angkutan umum, dan langsung berangkat ke
terminal Rembang, dia lupa telah berjanji pada tejo untuk membelikannya
oleh-oleh. Mamad ingat bahwa nanti malam ada jadwal ngisi kajian di
masjid Baitur Rahman, meskipun sebenarnya ia bisa memberi tahu pengurus
masjid bahwa ia tak bisa hadir, namun karena hal itu merupakan tanggung
jawabnya, maka mamad merasa bahwa ia harus segera pulang.
Di
dalam bus, mamad tak henti-hentinya mengingat nasihat dari Yai Musthafa
tadi, salah satunya yakni, “Tidak ada alasan untuk tak bersedekah
kepada sesama. Karena sedekah tidak harus berupa harta. Bisa berupa
ilmu, tenaga, bahkan senyum.”. Di catatnya nasihat-nasihat Yai Mustahafa
dalam bukunya, dengan menggunakan huruf arab pegon, hingga tak terasa
ia telah sampai di terminal tuban.
Segera ia melanjutkan
perjalanan ke ponpesnya, dan setelah sampai ia segera laporan kepada Yai
Umar, bahwa undangan telah sampai. Dan setelah itu ia segera bergegas
ke masjid baitur rahman untuk mengisi pengajian, yang mayoritas diisi
oleh para pelajar baik dari tingkat SMP hingga mahasiswa, setelah
selesai mengisi pengajian, mamad bertemu dengan tejo di serambi masjid,
dan tejo ingat akan janji mamad untuk memberinya oleh-oleh, mamad lupa
akan janjinya, hingga akhirnya ia bingung harus bilang apa ke tejo,
sambil berpikir apa buku dari Yai Musthafa saja yang diberikan ke Tejo,
mamad melihat isi tasnya, tapi mamad merasa ragu untuk memberikan buku
tersebut, dan betapa kagetnya mamad melihat bahwa dua buku yang
diberikan oleh Yai Musthafa adalah dua buku yang sama, hingga akhirnya
ia langsung memberikan salah satu bukunya ke tejo.
Mamad
tahu benar apa yang akan terjadi jika ia benar-benar tidak membawa
oleh-oleh untuk tejo, pasti ia akan di marahi habis-habisan hingga
sampai tak disapa seharian penuh. Yah, itu lah tejo, meski sudah
setengah dewasa namun sikap kekanak-kanakannya masih ada. Dalam hatinya,
tak henti mamad mengucapkan alhamdulillah, dan terima kasih kepada yai
Musthafa yang telah memberinya 2 buku.
Setelah itu keduanya
berjalan beriringan menuju ke dalam pondok, namun belum sampai di pintu
gerbang masjid, mamad kembali di panggil oleh abah anom, ketua takmir
masjid baitur rahman,
mamad, “ada apa bah?”
Abah
Anom, “ini Mad, temen-temen kantor abah mau ngadakan ziarah ke wali
songo selama seminggu, terus diantara kami gak ada yang mau buat jadi
pimpinan rombongan, yang nantinya memimpin shalat selama di perjalanan,
yasinan, tahlilan, dll. Maksud abah, pinginnya kamu jadi pimpinan
rombongan, bisa ndag? Nanti pas liburan kok,
mamad, “masyaallah bah, saya masih umur segini ndag enak kalau mimpin abah dan temen-temen, sungkan bah” . .
Abah
anom, “ngapain sungkan mad? Meskipun kita lebih tua dari kamu, tapi
kami tahu keilmuan kami dalam agama tak seluas kamu mad, gimana mad? Mau
ya?”
Mamad, “yah kalau abah anom berpikir begitu, tawaran abah anom saya terima.
Abah
anom, “alhamdulillah, kamu ndag perlu khawatir masalah ongkos dan makan
selama di perjalanan, semua sudah di tanggung sama abah dan temen-temen
abah”.
Mamad, “ya Allah, alhamdulillah, terima kasih bah, ndag tahu saya harus bilang apa lagi”.
Abah anom, “ndag perlu begitu, yah sudah saya balik dulu. Assalamu’alaykum.”
Mamad,: “wa’alaykumussalam wr wb”
setelah
itu mamad segera berjalan kembali ke tejo yang telah menunggu di pintu
gerbang masjid, tak sepatah katapun terucap dari mamad, akan peristiwa
yang ia alami hari ini, pertama Allah SWT menyelamatkannya saat
perjalanan ke Rembang, kedua ia di selamatkan oleh Allah dari kemarahan
tejo, dengan di beri dua buku oleh Yai Musthafa. Ketiga ia mendapat
perjalanan ziarah gratis ke wali songo, padahal selama beberapa hari ini
mamad telah mengurangi ketaatannya pada Allah SWT, hingga ia berpikir
bahwa Allah SWT akan segera menurunkan azab padanya, atau minimal
peringatan, tapi nyatanya ia malah diberi kenikmatan oleh Allah SWT,
agar ia kembali ingat untuk taat kepada Allah, Sungguh Allah SWT begitu
masih menyayangi Mamad. hingga ia menegurnya dengan kenikmatan bukan
dengan peringatan.
Dan terakhir mengutip hadits Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wa sallam, mamad berdo’a setelah selesai
shalatnya , Dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah saw. Menggandeng
tangannya dan berkata: “Wahai Mu’adz, demi Allah, aku mencintaimu. Aku
wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, janganlah engkau tinggalkan setiap
selesai shalat untuk mengucapkan
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur kepadamu serta beribadah kepadamu dengan baik.” (HR. Mutafaqun Alaih)
sungguh kasih sayang Allah lebih luas daripada murkanya.
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar