Selasa, 23 Juli 2013

KETIKA MUSLIM MINORITAS DITERIMA.


Ada sebuah pelajaran berharga dari tayangan indonesiaku Trans7 yang saya lihat, sebuah kondisi dimana komunitas muslim yang minoritas di terima dalam lingkungan umat hindu yang mayoritas di Pulau Dewata, tampak sekali kehangatan dalam acara tersebut dimana antara kedua komunitas saling menghormati antara satu dengan yang lainnya, dan menurut saya ini tidak hanya karena adanya salah satu pilar yang telah melekat dalam bangsa ini yaitu Bhineka Tunggal Ika, tidak pula hanya karena adanya ikatan dalam satu bangsa yakni ini Indonesia, karena pasti ada suatu faktor yang sangat menonjol yang bisa menyebabkan hal ini terjadi.
Dalam hal ini saya menitik beratkan pada akulturasi antara budaya dan agama yang dilakukan oleh masyarkat muslim bali, dimana mulai dari musik, tarian, tetabuhan Bali yang di adopsi oleh masyarakat muslim dengan “menggantikan” semangat keagamaan hindu yang tergantung di dalamnya dengan semangat keislaman, sehingga menghasilkan toleransi dan kebersamaan yang baik.
Akulturasi ini tentunya tanpa mengenyampingkan batasan-batasan syari'at seperti tidak mengkonsumsi barang-barang yang diharamkan islam contohnya : arak & babi, yang begitu lumrah digunakan oleh masyarakat non muslim sebagai pelengkap  pada acara-acara maupun  tradisi mereka, selain itu tetap menutup aurat merupakan batasan syari’at yang juga tidak boleh dilanggar seorang muslim, khususnya muslimah.
Dalam hal ini warga muslim di bali yang minoritas, mengikuti cara-cara dakwah ala walisongo sehingga dapat di terima oleh lingkungan sekitar yang berbeda dengan apa yang di kandung dalam islam, tanpa mengurangi rasa hormat pada tuan rumah karena telah menempati terlebih dahulu, mereka tetap membaur bersama rakyat dengan tetap memegang teguh keislaman mereka, disini terdapat uswah (teladan) bagi setiap muslim sebagaimana di contohkan oleh Rasulullah, dengan membawa islam secara damai.  
Di sisi lain akulturasi ini semakin menambah variasi budaya dalam kebinekaan Indonesia, hadir tradisi-tradisi baru yang merangkul umat agama lain sehingga dapat menerima kehadiran islam, tradisi ini bukanlah suatu yang salah apalagi sesat, selain karena mencontoh para wali terdahulu yang tentunya paham akan batasan-batasan dalam islam dan sanad  keilmuannya yang sampai pada Rasulullah Shallallahu alayhi wa sallam, juga memakai budaya islam yang kebanyakan berbau arab itu sendiri, seperti penggunaan tetabuhan rebana hanya saja dengan memakai nada dan irama khas bali, menjadikan umat hindu asli bali welcome terhadap kehadiran umat islam, padahal syair-syair yang di baca adalah Pengagungan terhadap ALLOH Subhanahu wa ta'ala, beragam dzikir, & Shalawat terhadap Rasulullah Shallallahu alayhi wa sallam.
Berkat pembawaan hal seperti ini juga, citra islam sendiri akan menjadi lebih baik dimata non muslim daripada memakai cara-cara kekerasan, kita lihat saja kasus islamophobia di negara2 barat kebanyakan akan menghubungkan islam dengan kejadian-kejadian terorisme yang dilakukan oleh beberapa kelompok islam, atau dalam negeri sendiri kita bisa lihat bagaimana orang-orang non muslim yang minoritas merasa ter-dzolimi akibat adanya sikap sewenang-wenang yang dilakukan oleh beberapa kelompok islam, dengan dalih membalaskan kematian-kematian saudara muslim di timur tengah, mereka menghalalkan pengeboman pada hal-hal yang berbau asing, meskipun nyawa manusia sekalipun, ini bukan hanya berseberangan dengan tata krama budaya timur Indonesia, tapi juga mencederai nilai-nilai perdamaian, kasih sayang, lemah lembut serta toleransi (tasamuh) dalam islam. Untuk itu sudah selayaknya kita sebagai muslim mencontoh dakwah Nabi yang santun, penuh kasih sayang dan tak memandang perbedaan suku, ras, serta etnis.
Oleh karena itu, tentunya hal ini patut kita syukuri & di jadikan cerminan bagi kita yang hidup di lingkungan mayoritas muslim.
Mari bersama-sama menjaga kebersamaan antar umat beragama, menjaga harmoni yang sudah mengakar kuat, dan tentunya bagi saudaraku yang muslim jadikan toleransi & harmonisasi ini, dengan tetap memakai batasan-batasan syari'at sebagai cara untuk konsisten memegang aqidah kita, semakin bisa kita menjaga kerukunan semakin kuat keimanan kita.
Terakhir saya ingin mengutip salah satu perkataan (Habib) Abdurrahman Ad Dkahil, “Kemajemukan harus diterima tanpa ada perbedaan”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar