Alhamdulillahi Robbil 'Alamin...,
tulisan ini berawal dari kesukaan saya melihat acara shalat taraweh di masjidil haram, makkah al mukarromah, dimana dalam shalat tersebut sang imam setelah membaca alfatihah, di lanjutkan dengan membaca surat-surat yang lain, disini imam memegang mushaf (al qur'an) untuk membaca surat-surat yang lain tersebut.
tentunya ini sangat menarik bagi saya, karena saya sangat ingin bisa membaca banyak surat-surat al qur'an saat shalat, selain surat pendek yang sering di baca, namun tentunya hal ini tidak bisa serta merta saya lakukan karena keterbatasan ilmu yang saya miliki dan kita ketahui bahwa ulama' arab saudi saat ini kebanyakan berpaham wahabi (syekh muhammad bin abdul wahab), dimana yang saya ketahui pandangan-pandangannya berbeda dengan yang saya ikuti yakni mazhab Imam Syafi'i, dimana jika melakukan gerakan di luar shalat dengan intensitas lebih dari 3x, atau dengan sekali gerakan yang amat sangat, dapat membatalkan shalat kita, apalagi saya tidak dalam keadaan berhaji yang bisa dijadikan hujjah untuk berpindah mazhab untuk sementara.
akhirnya, karena penasaran saya maka saya memulai pencarian akan hukum memegang mushaf saat shalat, mulai dari bertanya pada teman se-organisasi, bertanya di grup-grup facebook yang kebanyakan di dalamnya teman-teman ahlus sunnah wal jama'ah (aswaja), namun karena jawaban-jawaban kurang memuaskan saya, maka saya belum berani melakukan hal ini (memegang mushaf saat shalat).
untuk bertanya di google saya cenderung tidak terbiasa, karena kebanyakan yang muncul adalah website-website wahabi, dimana pemahamannya tidak saya ikuti, hingga akhirnya saya teringat bahwa sekarang sudah ada search engine khusus ahlus sunnah wal jama'ah (aswaja), yakni www.aswajanu.com, dan berikut adalah beberapa referensi yang saya dapatkan,
1.
Diantara bentuk ibadah yang paling utama adalah ibadah yang menggabungkan antara dua kebaikan, misalnya menggabungkan antara salat dan membaca Alquran. Oleh karena itu, kaum muslimin berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengkhatamkan Alquran di dalam salat mereka. Namun, karena tidak semua orang bisa melakukan hal itu dengan bertumpu pada hafalannya, maka para ulama membahas tentang boleh tidaknya membaca mushaf ketika salat dengan cara memegangnya dengan tangan atau meletakkanya di tempat khusus sehingga dapat dibaca oleh orang yang salat.
     Menurut Mazhab Syafi'i dan fatwa dalam Mazhab Hambali, dibolehkan 
membaca Alquran dari mushaf ketika salat, baik sebagai imam ataupun 
ketika salat sendiri. Tidak ada perbedaan dalam hal ini antara salat 
fardu dengan salat sunah dan antara orang yang hafal dengan yang tidak. 
Ini adalah pendapat yang menjadi pegangan dalam kedua mazhab. Imam Ibnu 
Qudamah dalam al-Mughnî menukil hal ini dari dua ulama salaf, yaitu Atha` dan Yahya al-Anshari.
     Terdapat sebuah riwayat yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari 
secara mu'allaq –dan disambungkan sanadnya oleh Ibnu Abi Syaibah dalam 
al-Mushannaf dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubrâ—dari Aisyah, Ummul Mukminin r.a., bahwa dia pernah menjadi makmum dari budaknya, Dzakwan, yang membaca dari mushaf.
     Dalam kitab al-Mudawwanah al-Kubrâ dan al-Mughnî karya
 Ibnu Qudamah, disebutkan bahwa Imam az-Zuhri ditanya tentang seorang 
lelaki yang membaca Alquran dari mushaf, lalu dia berkata, "Dulu 
orang-orang terbaik kami membaca Alquran dari mushaf ketika salat."
     Sebagaimana membaca Alquran merupakan ibadah, maka melihat ke 
mushaf juga merupakan ibadah. Bergabungnya suatu ibadah ke dalam ibadah 
yang lain tidak mengakibatkan rusaknya ibadah tersebut, akan tetapi 
sebaliknya membuat bertambahnya pahala, karena di dalamnya terdapat 
tambahan amalan berupa melihat ke dalam mushaf.
     Hujjatul Islam al-Ghazali, di dalam kitab Ihyâ` Ulumiddîn 
berkata, "Ada yang mengatakan bahwa mengkhatamkan Alquran dengan membaca
 mushaf mendapatkan pahala tujuh kali lipat, karena memandang mushaf 
juga merupakan ibadah."
     Dalam kaidah syarak dijelaskan bahwa sarana untuk mencapai suatu 
tujuan menempati posisi hukum tujuan itu. Tujuan membaca dari mushaf ini
 adalah tercapainya pembacaan ayat dalam salat , sehingga jika tujuan 
tersebut dapat tercapai dengan melihat tulisan seperti melalui mushaf, 
maka itu dibolehkan.
     Imam Nawawi di dalam al-Majmû' berkata, "Seandainya dia 
(orang yang sedang salat) membaca Alquran dari mushaf maka salatnya 
tidak batal, baik dia hafal Alquran atau tidak. Bahkan dia wajib 
melakukan hal itu jika dia tidak hafal surat Al-Fâtihah. Bila orang 
tersebut terkadang membuka lembaran mushaf maka salatnya tidak batal."
     Al-Allamah Manshur al-Buhuti, seorang ulama Mazhab Hambali, dalam Kasysyâf al-Qinâ'
 berkata, "Dia –orang yang salat—boleh membaca Alquran dari mushaf 
walaupun dia hafal apa yang dibaca." Lalu dia berkata, "Dalam hal ini 
sama saja antara salat fardu dan salat sunnah. Pernyataan ini dikatakan 
oleh Ibnu Hamid."
     Sedangkan para ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa membaca 
Alquran dengan mushaf ketika salat dapat merusak salat tersebut. Ini 
juga merupakan pendapat Ibnu Hazm dari Mazhab Zhahiri. Diantara dalil 
Ibnu Hazm dalam masalah ini adalah riwayat yang terdapat dalam Kitâb 
al-Mashâhif karya Ibnu Abi Dawud dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata, 
"Amirul Mukminin Umar r.a. melarang kami mengimami masyarakat dengan 
membaca Alquran dari mushaf. Beliau juga melarang seseorang menjadi imam
 kami kecuali yang sudah balig."
     Namun riwayat ini tidaklah kuat, karena di dalam sanadnya terdapat Nahsyal bin Sa'id an-Naisaburi. Statusnya adalah kadzdzâb matrûk. Dalam at-Târîkh al-Kabîr,
 al-Bukhari berkata tentang Nahsyal ini, "Di dalam hadis-hadisnya 
terdapat riwayat-riwayat munkar." An-Nasa`i, sebagaimana disebutkan 
dalam kitab Tahdzîb at-Tahdzîb, berkata, "Dia tidak tsiqah dan hadisnya tidak layak ditulis."
     Dalil lain yang digunakan oleh ulama yang melarang adalah bahwa 
membawa mushaf dan melihat ke dalamnya serta membuka-buka lembarannya 
adalah termasuk gerakan yang banyak.
     Jawaban dari dalil ini adalah bahwa jika yang dipermasalahkan 
adalah gerakan membawa sesuatu ketika salat, maka Rasulullah saw. pernah
 membawa Umamah binti Abil Ash di pundaknya ketika salat. Ketika 
bersujud beliau meletakkannya, lalu ketika berdiri lagi beliau 
menggendongnya kembali. Adapun membuka-buka lembaran mushaf, maka 
terdapat beberapa hadis yang menunjukkan kebolehan melakukan gerakan 
yang sedikit ketika salat. Membuka lembaran mushaf masuk dalam kategori 
amalan sedikit yang dimaafkan ini.
     Membaca dari mushaf tidak selalu merupakan gerakan yang banyak, 
karena pada umumnya gerakan ini hanya dilakukan sewaktu-waktu saja, 
mengingat lamanya jarak antara membuka satu lembaran dengan membuka 
lembaran berikutnya. Bahkan, membuka lembaran itu sendiri termasuk dalam
 gerakan yang sedikit. Saat ini, sebagian masyarakat memanfaatkan 
penyangga khusus yang tinggi dan diletakkan di depan imam untuk menaruh 
mushaf. Mushaf tersebut biasanya memiliki tulisan yang besar dan 
lembaran yang lebar sehingga tulisan itu dapat terbaca satu atau dua 
lembar tanpa perlu melakukan gerakan membuka lembaran.
     Dua murid Abu Hanifah, yaitu Qadhi Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan
 asy-Syaibani berpendapat bahwa membaca Alquran dari mushaf ketika salat
 adalah mutlak dimakruhkan, baik itu salat fardu maupun salat sunnah. 
Akan tetapi perbuatan itu tidak membatalkan salat, karena merupakan 
ibadah yang ditambahkan ke ibadah yang lain. Aspek kemakruhannya adalah 
karena perbuatan itu menyerupai perbuatan Ahlul Kitab.
     Berdasarkan kajian yang lebih mendalam, penyerupaan dengan Ahlul 
Kitab dilarang jika pelakunya memang bermaksud menyerupainya. Karena 
wazan kata tasyabbuh (menyerupai) adalah tafa'-'ul. Wazan 
ini menunjukkan adanya sebuah niat dan orientasi untuk melakukan suatu 
perbuatan dan menghadapi semua kesulitannya. Mempertimbangkan aspek niat
 (tujuan) dari mukallaf merupakan salah satu dasar pengambilan dalil 
dalam syariat.
     Di antara dalil akan hal ini juga adalah hadis yang diriwayatkan 
oleh Imam Muslim dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 
'anhu, ia berkata, "Rasulullah saw. sakit sehingga kami shalat di 
belakang beliau yang melakukan shalat sambil duduk. Beliau menoleh ke 
arah kami dan melihat kami dalam keadaan bediri semua. Lalu beliau 
memberi isyarat kepada kami sehingga kami semua pun duduk. Setelah 
melakukan salam, beliau bersabda,
 إِنْ
 كِدْتُمْ آنِفاً لَتَفْعَلُوْنَ فِعْلَ فَارِسَ وَالرُّوْمِ، يَقُوْمُوْنَ
 عَلَى مُلُوْكِهِمْ وَهُمْ قَعُوْدٌ، فَلاَ تَفْعَلُوْا، اِئْتَمُّوْا 
بِأَئِمَّتِكُمْ، إِنْ صَلَّى قَائِماً فَصَلُّوْا قِيَاماً وَإِنْ صَلَّى 
قَاعِداً فَصَلُّوْا قُعُوْداً
 "Sesungguhnya kalian hampir saja 
melakukan perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Persia dan Romawi. 
Mereka berdiri di hadapan para raja mereka yang sedang duduk. Janganlah 
kalian melakukan itu. Ikutilah imam kalian. Jika ia melakukn shalat 
dalam keadaan duduk maka shalatlah dalam keadaan duduk juga dan jika ia 
shalat dalam keadaan berdiri maka shalatlah dalam keadaan berdiri juga."
     Kata "kidtum" (hampir) dalam hadis di atas menunjukkan tidak
 terjadinya sesuatu yang dikhawatirkan meskipun nyaris terjadi. 
Perbuatan orang-orang Persia dan Romawi telah benar-benar terjadi dan 
dilakukan oleh para sahabat, tapi karena mereka tidak bermaksud untuk 
mengikuti atau menyerupai perbuatan tersebut maka mereka tidak dianggap 
telah menyerupai orang-orang Persia dan Romawi.
     Oleh karena itu, Ibnu Nujaim, salah seorang ulama Hanafi, berkata dalam kitabnya al-Bahr ar-Râiq,
 "Ketahuilah bahwa perbuatan menyerupai Ahlul Kitab tidak diharamkan 
secara mutlak. Kita makan dan minum seperti mereka. Yang diharamkan 
adalah menyerupai tindakan yang tercela dan dengan maksud mengikuti 
mereka. Oleh karena itu seandainya tidak bertujuan untuk meniru mereka, 
maka menurut keduanya (Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan) hal itu tidak 
dimakruhkan."
     Dalam masalah membaca Alquran dengan mushaf ketika salat ini, para 
ulama Mazhab Maliki membedakan antara salat fardu dan salat sunnah. 
Mereka berpendapat bahwa hal itu dimakruhkan secara mutlak dalam salat 
fardu, baik pembacaan itu dilakukan sejak awal salat atau ketika di 
tengah-tengah salat. Dalam salat sunnah hal itu dimakruhkan juga jika 
memulai membaca dari mushaf ketika di tengah-tengah salat, karena pada 
umumnya orang yang salat sibuk dengan amalan salatnya. Namun, hal itu 
dibolehkan tanpa adanya kemakruhan jika sudah memulainya dari awal 
salat. Karena terdapat hal-hal yang dapat ditolerir dalam salat sunnah 
tapi tidak dapat ditolerir dalam salat fardu. (Manh al-Jalîl Syarh Mukhtashar al-Khalîl).
     Alasan di atas dijawab bahwa kemakruhan ini bisa terjadi jika 
gerakan tersebut adalah gerakan main-main yang tidak ada gunanya. Orang 
yang salat dilarang untuk melakukan perbuatan seperti itu, karena 
bertentangan dengan kekhusyukan dalam salat. Membaca mushaf ketika salat
 tidaklah termasuk dalam kategori ini, tetapi masuk dalam gerakan ringan
 untuk tujuan yang diinginkan. Semua perbuatan yang masuk dalam gerakan 
ringan ini tidak apa-apa untuk dilakukan. Landasan dalil bagi hal ini 
adalah hadis yang menyebutkan bahwa Nabi saw. melepas kedua sandalnya di
 saat salat ketika diwahyukan kepada beliau bahwa di sandal tersebut 
terdapat kotoran (najis). Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu
 Dawud dari Abu Sa'id al-Khudri r.a..
     Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka membaca Alquran dari 
mushaf ketika salat, baik fardu maupun sunnah, adalah boleh secara 
syarak tanpa ada kemakruhan di dalamnya apalagi sampai membatalkan 
salat.
     Hanya saja perlu diperhatikan bahwa selama masalah ini merupakan 
masalah yang masih diperdebatkan oleh para ulama, maka terdapat 
kelapangan di dalamnya. Hal itu sesuai dengan kaidah syarak bahwa tidak 
boleh melakukan pengingkaran dalam masalah khilaf. Dan tidak boleh pula 
hal ini menjadi penyebab terjadinya ketidaktentraman dan pertikaian 
antar orang-orang muslim.
 Redaktur : AR
 Sumber : Fatwa Dewan Dar Iftaa al-Mishriyah
Sumber web : http://www.madinatuliman.com/3/3/146-shalat-sambil-membaca-al-qur-an-dari-mushhaf.html
itulah beberapa pendapat dari ulama' mazhab syafi'iyah, untuk penulis karena keterbatasan ilmu penulis sendiri hanya melakukannya saat shalat sunnah saja, disisi lain dalam sholat fardhu kita lebih utamakan untuk berjama'ah saja.
semoga tulisan ini bisa menjadi hujjah bagi kita untuk mulai bisa mengkhatamkan qur'an dalam shalat kita, aamiin aamiin ya Robbal alamiin....
Sumber web : http://www.madinatuliman.com/3/3/146-shalat-sambil-membaca-al-qur-an-dari-mushhaf.html
itulah beberapa pendapat dari ulama' mazhab syafi'iyah, untuk penulis karena keterbatasan ilmu penulis sendiri hanya melakukannya saat shalat sunnah saja, disisi lain dalam sholat fardhu kita lebih utamakan untuk berjama'ah saja.
semoga tulisan ini bisa menjadi hujjah bagi kita untuk mulai bisa mengkhatamkan qur'an dalam shalat kita, aamiin aamiin ya Robbal alamiin....

Tidak ada komentar:
Posting Komentar